Gilig Guru

Beranda » 2022 » Agustus

Monthly Archives: Agustus 2022

5 Perbedaan Menuntut Ilmu Antara Sekolah Islam dengan Umum

Sama-sama belajar, namun kalau berbeda ruhnya, berbeda tujuannya. Berikut ini adalah lima perbedaan antara ruh menuntut ilmu di sekolah agama:

1. Menekankan niat ikhlas dalam menuntut ilmu.

Seorang hukama berkata berkata: “Dulu kami menuntut ilmu di masjid-masjid, lalu sekolah-sekolah pun dibuka, maka hilanglah barakah, lalu dibuatlah kursi-kursi untuk murid, maka hilanglah tawaduk dan kemudian diadakanlah ijazah, maka hilanglah keikhlasan!”

Maksudnya, dahulu muslim itu belajar di masjid. Maka sekedar berjalan menuju ke tempat belajar pun mendapatkan pahala dan dinaikkan derajat, saat memasukinya didoakan para malaikat, berdiam di dalamnya dinilai itikaf. Maka ketika dipindahkan ke bangunan terpisah, disebutlah madrasah atau sekolah, sebuah tempat yang digunakan khusus untuk belajar, bukan untuk sholat, maka semua keberkahan masjid pun tidak diraih.

Sedangkan maksudnya kursi adalah, dulu murid belajar duduk di lantai, sedangkan guru duduk di tempat yang lebih tinggi. Sebagai sebuah pendidikan untuk memuliakan orang yang berilmu (ahli ilmu), sambil menanamkan kerendahan hati. Kemudian dibuatkan kursi untuk murid, sehingga murid sama tinggi dengan guru. Kini murid merasa gurulah yang melayaninya, karena diri merasa sudah membayar upah guru.

Dulu guru yang menentukan apakah ilmu yang diajarkannya boleh diajarkan kembali oleh muridnya kepada orang lain, guru yang melepas apakah muridnya sudah layak atau menahannya karena belum tuntas. Ketundukan murid adalah kepada guru. Masyarakat akan mengenal kualitas murid dengan melihat kepada gurunya. Kemudian karena banyaknya, dibuatkanlah ijazah, yakni lembar pengakuan bahwa sang murid telah diuji dan layak untuk mengajarkan ilmu. Kini kita merasa hal itu aneh, karena ijazah bukan berarti untuk mengajar, melainkan untuk gengsi. Kamu lulus darimana, nilainya berapa. Selain itu juga untuk bekerja, karena niat kita menuntut ilmu sejak semula bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, melainkan karena takut keesokan hari perut lapar tidak punya uang karena tidak bekerja.

2. Jangankan untuk tujuan bermaksiat, untuk berdebat pun tidak boleh.

Hadits Anas secara marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

من تعلم العلم ليباهي به العلماء، أو ليجاري به السفهاء، أو ليصرف به وجوه الناس إليه، فهو في النار

‘Barangsiapa yang menuntut ilmu dengan maksud untuk membanggakan diri di hadapan ulama atau untuk mendebat orang-orang  bodoh, atau agar dengan ilmunya tersebut semua manusia memberikan perhatian kepadanya, maka dia di neraka.’ [HR. Ibnu Majah dalam Al Muqoddimah (253)]

Maka sekolah agama (seharusnya) tidak mendorong muridnya untuk lekas viral, tidak mengejar-ngejar prestasi, menyibukkan diri dengan perlombaan, yang tujuan semua itu agar sekolahnya terkenal. Seringkali penuntut ilmu mengajarkan, menulis, atau menyebarkan tulisan namun dengan niat agar dirinya mendapat banyak likes dan followers. Ini niat yang keliru dan diancam. Niat keliru walaupun menumpang ke atas amal sholeh, justru akan merusaknya.

(Belum tuntas… semoga bisa dilanjutkan besok)

3. Melahirkan rasa takut.

“Hanya ulamalah yang takut kepada Allah swt,” (QS Fathir, ayat 28).

Takut tidak menjalankan perintah Allah dan takut melanggar larangan Allah.

4. Sudahkah kita amalkan?

dalam sebuah atsar,

من عمل بما علم أورثه الله علم ما لم يعلم

“Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah ia ketahui maka Allah akan mewariskan (mengajarkan) kepadanya ilmu yang belum ia ketahui”

5. Menyampaikan ilmu, bukan untuk banyak-banyakan pengikut.

Dan (ingatlah), ketika Allâh mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya!” [Ali-‘Imrân/3:187]

Merdekanya Orang Baik dan Merdekanya Orang Buruk

Merdeka adalah anugerah Tuhan. Diberikan kepada siapa saja yang pantas. Namun makna kemerdekaan bisa menjadi negatif apabila dimanfaatkan oleh orang yang buruk. Jadi ada dua jenis kemerdekaan, kemerdekaan yang dimanfaatkan orang baik dan kemerdekaan yang dianggap orang buruk.

Apa contohnya?

Yang ringan-ringan adalah merdekanya pelajar SMA setelah lulus ujian, mereka merayakan dengan corat-coret baju dan konvoi sepeda motor. Merdekanya anak malas, yang ketika ditinggal orang tuanya keluar rumah, dia bergembira karena… “Hore, aku bisa main game sepuasnya!”

Merdekanya anak kos, yang tinggal jauh dari orang tua, hidup tanpa pengawasan, dan masih dikirimi uang bulanan. Kemerdekaan seorang anak yang melanjutkan ke jenjang pernikahan, ia bebas menentukan rumahnya sendiri dan mengatur hidupnya. Keduanya adalah kemerdekaan yang seiring dengan kemandirian. Semakin mandiri semakin merdeka.

Orang yang menjalani hukuman penjara, kemudian selesai, dan dia pun keluar darinya maka ia kini merdeka. Namun pilihannya tetap ada, apakah menjadi orang baik atau residivis.

Contoh yang berat adalah dari Spanyol dan Portugis, setelah Ratu Isabella I dari Spanyol menikah dengan Raja Ferdinand II dari Portugis, mereka mendirikan lembaga peradilan Inkuisisi sebagai alat untuk memaksa masyarakat masuk ke agama Kristen. Dari situ diusunglah konsep 3G  (Gold Gospel Glory) yang dicetuskan Paus Alexander VI untuk menjajah bangsa lain dan memurtadkan penduduknya. Kemerdekaan yang membawa penjajahan.

Maka saat ini kita mengisi kemerdekaan, marilah kita simak sejarah kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia dari penjajahan. Jangan sampai diisi dengan orang-orang buruk, karena mereka akan mengantarkan kepada pemanfaatan yang buruk pula.

Bangsa Penjajahan dan Bangsa Memerdekakan

Pekik merdeka membahana di nusantara. Sebuah ungkapan kesyukuran bahwa Kita telah lepas dari penjajahan kaum kafir, mulai dari bangsa Portugis dan Spanyol, Belanda, Inggris dan Jepang. Sejarah panjang bangsa ini dihiasi dengan emas perjuangan, mulai dari Sultan Baabullah, Sultan Hasanuddin, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, hingga Haji Agus Salim, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Kartini, dan Soekarno. Bisa dikatakan semua inisasi perlawanan berasal dari kaum Muslim, yang notabene merupakan penduduk asli Indonesia. Meskipun ada beberapa yang bergelar pahlawan Indonesia yang beragama non-Islam, namun kebanyakan hidup di era pra kemerdekaan. Satu nama yang masih diperdebatkan adalah Pattimura, yang sebagian menganggap namanya adalah Thomas Matulesy, dan yang lain menganggap namanya Ahmad Lussy.

Saat menjajah Indonesia, bangsa Barat membawa misi 3G (Gold, Gospel, dan Glory). Gold artinya mengeruk kekayaan, Glory artinya memperluas wilayah jajahan, sedangkan Gospel alias pemurtadan. Ini merupakan warisan yang dibawa oleh Ferdinand II (Spanyol) dan Ratu Isabella (Portugis) setelah keduanya menikah lalu mendirikan Inkuisisi, sebuah lembaga peradilan agama yang memaksa rakyat untuk pindah ke agama Katolik. Semboyan 3G pertama kali dicetuskan oleh Paus Alexander VI dari Vatikan setelah menyelesaikan perselisihan antara Portugis dan Spanyol dengan Perjanjian Tordesilas pada 1494.

Begitulah ciri khas bangsa yang dibimbing oleh agama Islam dengan bangsa yang tidak dibimbing Islam. Berbagai kerajaan di Nusantara tadinya hidup damai dan sangat ramah menerima kehadiran bangsa asing, justru dilukai dengan sikap semena-mena dan monopoli lalu akhirnya berujung kepada penjajahan. Lalu para ulamanya bangkit menggerakkan perlawanan dan hadirlah kemerdekaan.

Sedangkan bangsa Kafir hampir tidak pernah dalam sejarahnya luput dari nafsu menguasai dari segala aspek, politiknya, ekonominya, bahkan agamanya. Dan sejarah pasti berulang.

Bagaimana Contoh Meraih Ridho Pasangan Suami Istri?

Bapak-bapak, sukakah Anda kalau bawa oleh-oleh ke rumah lalu ditanya istri, “harganya berapa?”

jawaban apapun sama saja

“wah, kok mahal sekali?”
Menyesal dah…
“Di sini malah lebih murah.”
Tambah menyesal…
“Lagipula aku kan sudah beli.”
Aaarrgh…! Ngapain aku bawain oleh-oleh tadi!

Atau sebaliknya?

“lho… murah sekali.”
Senengnya…
“kok nggak beli tiga, kan bisa buat disimpan, atau dikasihkan teman.”
Jeglek.
“Sayang, coba beli banyak sekalian. Daripada bolak-balik kesana mahal di transport.”
Lemes…

Sama halnya, ketika Istri sedang cerewet udah diterima saja. Jangan dibalas.

Sama halnya, ketika Istri sedang cerewet udah diterima saja. Jangan dibalas.