Gilig Guru

Beranda » 2022 » Juli

Monthly Archives: Juli 2022

Hubungan Fitur LIKE dan REELS di Medsos dengan Quran

Dari dulu yang ingin saya lakukan adalah mematikan fitur LIKE medsos. Sekarang malah ketambahan REELS. Semakin menambah distraksi (pengalih perhatian)

Jadi teringat materi tentang “Wa dallahuma bi ghurur” artinya “maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya.” Ustadz Nouman Ali Khan mengaitkannya dengan ayat 19 surat Yusuf “fa adla dalwah” kisah musafir yang menimba air lalu menemukan si kecil Yusuf a.s.

Dalla adalah kegiatan menarik sesuatu perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, hingga sampai di tangan. Demikian cara kerja setan menyesatkan kita, dipalingkan dari satu ke yang lebih rendah, hingga kita tidak melakukan amal sholih, dan jatuh pada perbuatan sia-sia.

Misalnya ketika browsing mencari materi di internet, lalu muncul iklan, atau terlihat satu judul berita, atau centang notifikasi pesan dari teman, lalu kita baca… kemudian kita LIKE. Biasanya akan memunculkan algoritma untuk memunculkan berita serupa, supaya perhatian kita terus terserap kepada platform medsos tersebut. Dari situ kita berpindah dari mencari materi ke membaca materi lain, lalu berpindah lagi, sampai waktu habis ternyata kita belum menyelesaikan tugas di awal tadi. Bahayanya adalah, ketika kita tidak tuntas dalam mengerjakan amalan, akhirnya setan membisikkan rasa putus asa, “Ah, sudahlah, mungkin memang aku tidak bisa menyelesaikan pekerjaan ini.” Akhirnya gagal lah kita beramal shollih.

Semoga Allah menjauhkan kita dari gangguan setan.

Disclaimer, ini bukan berarti menyamakan medsos dengan setan ya… walaupun “yuwaswisu fii suduurin naas, minal jinnati wan naas.”

3 prinsip sederhana mendidik anak: Tahu waktu, tahu tempat, tahu cara.

Kesederhanaan itu menunjukkan kedalaman berpikir. Karena sederhana merangkum apa yang penting dan meninggalkan apa yang kurang bermanfaat. Contohnya dalam “hidup sederhana” artinya seseorang belanja yang menjadi keperluan rumah tangga, namun dengan tidak meninggalkan kebahagiaan di dalamnya. Biasanya sederhana berlawanan dengan kata boros, yang artinya membelanjakan apa yang melebihi keperluan. Yang tanpa itu pun tetap bisa berjalan dengan baik. Yang dengan membeli itu tidak menambah kemanfaatan kecuali hanya kemewahan saja.

Kesederhanaan bila dikaitkan dengan pendidikan, maka terbersit ada pendidikan yang mewah, mubadzir atau boros. Mungkin yang terbayang bagi Anda sebuah kelas yang dilengkapi AC, atau sekolah yang SPP nya jutaan rupiah, tapi yang dimaksud disini bukan itu.

Sederhana yang dimaksud adalah memberikan prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam semua pengalaman hidup, sebanyak-banyaknya!

Contohnya begini, seorang ibu melepas anaknya ke sekolah, kemudian berpesan agar anaknya serius belajar, jangan banyak bercanda, tapi waktu istirahat bergaullah dengan teman-temannya, jangan hanya diam di dalam kelas, tapi bermainnya yang berhati-hati, jangan keterlaluan, tapi juga jangan pasif… banyak sekali pesannya. Kira-kira apakah akan diingat oleh anak?

Ini sebenarnya lebih ditekankan kepada setiap ibu, yang pada saat menasihati anak-anaknya terdengar seperti mengomel dengan kalimat yang tidak ada harapan untuk berhenti. Meskipun juga penting untuk diperhatikan oleh setiap ayah, agar tidak diam saja saat dibutuhkan perannya untuk mendidik anak.

Maka dicarikanlah prinsip-prinsip itu, yang kemudian oleh Drs. Miftahul Jinan, M.Pd.I sampai kepada kami berupa “3 tahu” (ini kami beri label sendiri). Yakni

  • Tahu waktu

Anak dikenalkan dengan waktu apa seharusnya berbuat apa. Misalnya waktu adzan maka seharusnya bersiap untuk sholat (maka berhentilah bekerja, belajar, bermain, atau aktivitas apapun lainnya), waktu malam seharusnya bersiap untuk tidur (letakkan bukunya, rapikan mainannya, siapkan kasurnya), waktu pagi seharusnya bersiap berangkat sekolah (jangan bermalas-malasan, ayo segera mandi, sudah disiapkan tas dan bukunya atau belum), dan seterusnya.

  • Tahu tempat

Anak diajak mengenal berbagai aktivitas untuk kegiatan yang sesuai. Masjid adalah tempat untuk beribadah atau belajar (anak dilatih kepekaannya untuk tidak berbuat gaduh di rumah ibadah), jalan adalah tempat orang lewat (jadi jangan duduk-duduk melintang jalan), luar rumah adalah tempat umum (pakailah pakaian menutup aurot)

  • Tahu cara

Ayah mengenalkan alat atau cara mengerjakan sesuatu. Misalnya, hape adalah alat kerja, sedangkan alat bermain contohnya bola. Jadi kalau mau bermain, gunakanlah bola, jangan menginstal game di hape. Tentu ini bagi yang sependapat dengan penulis bahwa permainan di hape membawa kerugian besar, kendatipun yang bermain adalah orang dewasa. Sedangkan permainan fisik justru banyak manfaatnya. Meskipun judulnya sama-sama sepak bola.

Contoh lainnya adalah, namanya bercanda, itu caranya harus membuat sama-sama gembira, bukan satu gembira atas kesedihan orang lain, itu membully namanya, bukan bercanda. Bukankah banyak yang bilang, “ah, saya kan cuma bercanda…” tapi caranya bercanda keliru. Demikian juga, tidak disebut bercanda kalau menggunakan senjata tajam diacungkan kepada temannya. Sebagaimana tidak boleh suami bercanda dengan pura-pura mencerai istri.

Nah, semua prinsip di atas sesungguhnya adalah pengejawantahan konsep “adab” yang disarikan dari agama Islam. Anak ataupun murid tidak dididik dengan menghafal aturan-aturan, tidak secara langsung diperintah atau dilarang, melainkan diajak untuk berpikir dan mengembangkan kepekaan perasaan. Karena yang demikian itu membuat jiwa lebih hidup, lebih menyentuh hati, dan mendorong ketulusan dalam melaksanakan.

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat. Bila ada masukan, dengan senang hati mohon dilayangkan melalui email: giligpradhana@gmail.com.

Perbandingan 3 Kitab Samawi: Quran – Perjanjian Lama – Perjanjian Baru

Sekarang soal kitab Taurat (perjanjian lama) dan Injil (perjanjian baru)

  1. Pernahkah kamu membaca seluruh kitabnya dari depan sampai belakang tanpa terlewati satu huruf pun? Ini dilakukan oleh sebagian besar Muslim terhadap kitab sucinya, Al-Quran. Kegiatannya disebut khataman. Oya, yang dibaca adalah bacaan aslinya, yakni bahasa Arab.
  2. Adakah surat yang kamu hafal seluruhnya? Atau yang paling pendek saja sudah? Dan… tentu saja, apakah dalam dalam bahasa aslinya? Sebagai gambaran di pulau Jawa ya, anak TK biasanya sudah bisa menghafal 4 surat (Al-Fatihah, QS An-Nas, Al-Falaq, dan Al-Ikhlas). Itu panjangnya 1,5 halaman.

Memangnya, Kenapa perlu menghafal isi kitab suci?

  1. Kitab suci fungsinya sebagai pedoman hidup, panduan dalam melakukan apa saja. Seperti peta, kalau anda hafal jalan tentu perjalanan akan mudah. Kalau tidak hafal, pasti harus sering berhenti untuk melihat peta, bertanya, atau kalau tidak akan kesasar. Orang yang hafal dan paham kitab sucinya tentu akan lebih mudah menjalani hidupnya tanpa khawatir tersesat.
  2. Kitab suci yang dihafal miliaran manusia, adalah salah satu bukti keasliannya datang dari Tuhan. Karena itu menunjukkan kharisma kitab suci tersebut. Bukankah lagu yang terkenal akan dinyanyikan banyak orang? Kalau ada yang berusaha mengubah isinya, pasti segera diketahui oleh orang lain karena mereka hafal isinya. Ini logika yang membuktikan keasliannya. Kalau anda tidak hafal sebuah lagu, ketika ada yang mengganti liriknya, anda tidak akan tahu. Itulah yang terjadi pada kitab selain Al-Qur’an.
  3. Kitab suci dihafal sesuai dengan bahasa aslinya. Padahal yang menghafal bahasanya berbeda. Ini mendorong penghafalnya rajin mengulang-ulang hafalannya. Sebuah aktivitas yang tidak akan dilakukan oleh orang yang tidak mencintai kitab sucinya. Kamu cinta dong, dengan kitab sucimu?

Kenapa Al-Quran Sama Dengan Injil, Taurat, Bibel?

Kesaman Al-Qur’an dengan ajaran atau kitab suci terdahulu (khususnya Taurat dan Injil) menjadi bukti akan kesamaan asal-usul ajarannya, yaitu berasal dari Tuhan Yang Satu Allah Swt.

Misalnya kesamaan kosakata, kisah, dan konsep. Tapi saya fokus satu saja ya, menjawab seorang penganut Rahayu (maaf ya, saya tahu sumber aslinya di FB, tapi ogah mempopulerkan orang bodoh). Yakni tuduhan bahwa Al-Qur’an mengadopsi Taurat. Dia menulis begini:

“Kisah Nabi Nuh yg di Qur’an itu tidak selengkap & sedetil di Kitab Kejadian. Ini bisa dimaklumi karena Qur’an hanya mengadopsi sebagian dari Taurat.”

  1. Pemilihan diksi “mengadopsi” menunjukkan penulis tidak mengakui Al-Quran sebagai firman Allah. Sekaligus menuduh Nabi Muhammad SAW sebagai penulis Al-Qur’an. Orang yang begini tidak lagi disebut Muslim. Tinggal menunggu dia mengaku saja.
  2. Meskipun terdapat kesamaan, tapi juga terdapat perbedaan. (Supaya mudah dibaca saja di sini: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5832028/persamaan-al-quran-injil-zabur-taurat-dan-perbedaan-antar-kitab-samawi)
  3. Kesamaan dalam kitab samawi itu ditampilkan lagi dalam Al-Quran tujuannya untuk (1) memperingatkan & menekankan, (2) mengoreksi yang salah, (3) menyempurnakan yang benar.

Si Rahayu menulis,
Berapa ukuran kapalnya?
Berapa lama kapal mengapung selama banjir ?
Kamu tau ada berapa jumlah spesies mamalia?

Kenapa Al-Qur’an tidak detail?

  1. Al-Qur’an bukan kitab sejarah, melainkan kitab hikmah. Bukan book of science, yet the book of signs. Lha meskipun dirinci apa ya kamu bisa sebutin nama-nama hewan yang jumlahnya banyak seperti ditulis si Rahayu itu? Kenapa nggak disebutin sekalian satu per satu?
  2. Al-Qur’an menyebutkan fakta ilmu pengetahuan (bukan yang masih teori ya) dan fakta sejarah (bukan yang simpang siur) itu beberapa saja, tidak semua. Itupun dipilih yang menurut Allah paling penting saja. Lha wong jumlah Nabi ada ratusan ribu, dalam Al-Qur’an hanya dipilih beberapa, itupun tidak disebutkan jumlah pastinya. Apalagi kok jumlah hewan.
  3. Tujuannya adalah agar fokus ke hikmah, pelajarannya apa. Tidak berdebat masalah yang tidak penting. Misalnya dalam surat Al-Kahfi ayat 22, Allah menegur orang yang berdebat mengenai jumlah pemuda yang tidur dalam gua. Ada yang bilang 3, 5, atau 7…
    Allah berfirman, “Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.

Kalaupun tahu jumlahnya, tempatnya dimana, waktunya kapan, terus apakah bisa menambah amal ibadahmu?