Gilig Guru

Beranda » 2009 » November

Monthly Archives: November 2009

UIN: Agresif Liberalkan Guru Agama Islam, Hujat "Radikal" atau "Konservatif"

Oleh: Adian Husaini

Situs berita Detik.com pernah menurunkan sebuah berita berjudul ”Guru Agama Islam di Jawa Masih Konservatif”.  Berdasarkan hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN)  Syarif Hidayatullah Jakarta, ditemukan bahwa ”Guru-guru agama Islam sekolah umum di Jawa masih bersikap konservatif. Bahkan, para guru tersebut sangat rendah dalam mengajarkan semangat kebangsaan.” (25/11/2008)

Direktur PPIM-UIN Jakarta Dr. Jajat Burhanudin mengatakan, bahwa survei dilakukan terhadap 500 guru di 500 SMA/SMK di Jawa selama kurun Oktober 2008. Responden dipilih dengan menggunakam metode random acak sederhana. Selain itu juga dilakukan wawancara terstruktur terhadap 200 siswa.  “Dari 500 responden, 67,4% mengaku merasa sebagai orang Islam dan hanya 30,4% yang merasa sebagai orang Indonesia,” tambah dosen Fakultas Adab UIN Jakarta tersebut.
(lebih…)

Peraturan Pemerintah Jepang tentang Sampah: urusai!

Tempat Pembuangan Sampah: Dijaga dari burung gagak

Tempat Pembuangan Sampah: Dijaga dari burung gagak

“Kesucian adalah sebagian dari iman.” Demikian pesan Rosulullah saw yang diajarkan pada kaum Muslimin. Semua teman saya yang pernah belajar di berbagai tempat di mancanegara setuju bahwa Jepang adalah negara yang paling bersih, bukan Belanda, bukan Amerika, bukan Australia. Parameter nomor satunya adalah toilet umum.

Jalan-jalan di perkotaan pun bersih dari sampah, selain tertata rapi dan asri. Saya sempat terheran-heran saat tinggal beberapa bulan pertama di Kobe dan tidak menemui tempat sampah umum kecuali untuk minuman kaleng di sebelah jidouhanbaiki (mesin penjual otomatis). Kalaupun ada yang untuk moeru gomi (sampah yang bisa terurai), mungkin hanya di stasiun kereta api. Bagaimana mereka membuang sampah di sini? (lebih…)

Video Drama Musikal Sekolah (SMA Negeri 1 Sukorejo)

Penampilan drama musikal dalam acara pelepasan siswa kelas XII SMA Negeri 1 Sukorejo Kab. Kendal tahun 2009.

[Bagian 1] [Bagian 2]

Nasionalisasi Sektor Vital Mungkinkan Pendidikan Gratis

Oleh: Syaifur Rizal

https://i0.wp.com/www.johnmurphyforcongress.org/images/education.bmp

Pendidikan Mahal - hambatan

Pendidikan gratis atau minimal murah bagi suatu negara adalah hal yang mungkin terjadi. Negara kita memiliki sumber daya alam yang lebih dari cukup untuk memfasilitasinya. Sedangkan untuk sumber daya manusia seharusnya juga sudah mampu untuk mengelolanya. Hanya saja karena sistem negara kita yang membuka peluang tumbuh suburnya kapitalisme-lah yang semakin menjauhkan kita pada peluang untuk mengratiskan pendidikan.

Jika kita melihat lebih dalam lagi kepada sistem demokrasi maka kita akan temui bahwa kaum yang memiliki modal-lah (dalam hal ini berupa modal fiskal) yang akan mampu untuk menguasai segalanya baik pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan sektor lainnya. Pada pemerintahan saja untuk mencalonkan menjadi kepala daerah harus siap untuk merogoh kocek hingga ratusan sampai miliaran rupiah untuk masa kampanye. Sedangkan pada pengelolaan sumber daya alam vital yang menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikelelola oleh negara malah dilepas begitu saja kepada pihak swasta.
(lebih…)

Konsep pendidikan berkualitas dan gratis untuk semua

Oleh: Iwan Syahril

Keterbatasan Sarana dan Prasarana

Apa yang diperlukan dalam pendidikan berkualitas gratis untuk semua? Rencana yang bagus? Anggaran yang memadai? Fasilitas yang lengkap? Kurikulum yang canggih? Cara pembelajaran yang modern? Guru-guru yang berkualitas, yang senantiasa mengembangkan kemampuan diri?

Menurut saya inti dari pendidikan adalah pembelajaran terhadap hidup dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menghadapi hidup. Pendidikan yang berkualitas haruslah diawali dari hati bukan materi. Hati yang mempunyai tekad yang kuat dan mampu menularkan semangat menggairahkan dalam mencari ilmu, berekplorasi, bereksperimentasi dalam membaca alam dan tanda-tanda alam. Hati yang membebaskan, mencerdaskan, yang memberi inpirasi dalam mengolah berbagai hal di depan kita, di sekitar kita.
(lebih…)

Tafsir Hermeneutika Menanamkan Keragu-raguan dalam Islam

Oleh: Adian Husaini

https://i0.wp.com/photos-b.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs156.snc1/5812_123084953251_17592993251_2232630_6833779_n.jpg

Amin Abdullah, Rektor UIN Yogyakarta

Di kalangan akademisi muslim Indonesia, nama Prof. Dr. M. Amin Abdullah tidak asing lagi. Selain menjabat sebagai rektor Universitas Islam Negeri Yogyakarta (dulunya IAIN Yogya), dia juga pernah menjabat posisi penting di PP Muhammadiyah, sebagai Ketua Majlis Tarjih dan Pemikiran Islam. Tetapi, dalam Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, tahun 2005, namanya terpental dari jajaran pimpinan pusat Muhammadiyah. Dia berlatarbelakang pendidikan bidang filsafat Islam. Lulus PhD dari Department of Philosophy, Faculty of Art and Sciences, Middle East Technical University (METU), Ankara, Turki, tahun 1990.

(lebih…)

Berita Ujian Nasional: Apakah Masih Dilanjutkan?

Mahkamah Agung

Ini adalah kabar gembira bagi para guru, tepat sebagai hadiah di hari guru.

Ujian Nasional (UN) yang semakin banyak menuai kontroversi akhirnya berada pada turning point yang krusial. Mahkamah Agung Republik Indonesia akhirnya mengeluarkan informasi mengenai penolakan kasasi perkara ujian nasional (UN). Sebagaimana yang dimuat di situs resmi MA.

(lebih…)

School Assessment (Tugas Sekolah)

[mbe1278.jpg]

School boys working on their tasks.

By: Iwan Syahril

Not a long time ago we were once again confused and frustrated by the Indonesian government’s decision to give a green light to the national exam for senior high school students. Furthermore, it was used as the indicator to pass students. While the government have implemented the new curriculum, which has currently been revised, the Competency-Based Curriculum,the national exam still reflects the mindset of the old paradigm in education.

(lebih…)

Sejarah Perang 10 November

Peristiwa 10 November 1945 adalah tonggak sejarah sangat penting negeri ini. Pada hari itu terjadi pertempuran besar antara pejuang – pejuang Indonesia melawan tentara sekutu dan Belanda yang berniat kembali menjajah Indonesia. Namun sayangnya, buku – buku sejarah yang dipelajari generasi masa kini jarang menunjukkan peranan penting ulama dan ummat Islam dalam peristiwa tersebut. Tanpa maksud mengecilkan perang para tokoh seperti Bung Tomo, Prof Dr Moestopo, MayJend Sungkono , Doel Arnowo , dan Roeslan Abdul Gani dalam berjuang melawan pasukan sekutu, namun penting untuk diketahui dan diperhatikan “Resolusi Jihad” yang dikeluarkan PBNU pada 21-22 1945 Oktober. Sebuah Resolusi yang memfatwakan bahwa perang melawan pasukan asing (kafir) adalah perang suci yang diwajibkan oleh agama (Islam) bagi seluruh kaum muslimin, wa bil khusus yang berada di Surabaya & sekitarnya.

(lebih…)

Stop Pengadaan Seragam Sekolah!

Oleh: Sawali Tuhusetya

https://i0.wp.com/wb7.itrademarket.com/pdimage/63/350563_srgmanak.jpg

Seragam: Bisnis Tak Lekang Pasar

Sudah jadi rahasia umum, selama ini pengadaan seragam sekolah masih serba diatur oleh kepala sekolah. Para bapak sekolah yang terhormat pun beralasan, mereka tak sanggup menolak “kebijakan” atasannya. Ya, seperti lingkaran setan. Saling melempar masalah dan tanggung jawab. Padahal, pengadaan seragam sekolah semacam itu jelas-jelas melanggar esensi aturan mengenai seragam sekolah itu sendiri. Tujuan utama seragam sekolah adalah untuk menghindarkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Dengan mengenakan seragam sekolah, anak-anak yang tengah gencar menuntut ilmu secara sosial akan memiliki kedudukan yang egaliter, sederajat, dan setara. Tak ada bedanya antara si kaya dan si miskin. Yang membedakan adalah kemampuan dan kompetensi mereka dalam “mentransfer” sejumlah ilmu yang disampaikan gurunya. Apa jadinya jika anak-anak dibiarkan mengenakan pakaian sebebas-bebasnya? Bisa jadi anak-anak dari keturunan orang berduit akan berpakaian seragam serba glamour. Bahkan, tidak menutup kemungkinan mereka akan melengkapi asesori dirinya dengan berbagai perhiasan yang terhitung mahal. Sementara itu, bagi anak-anak si miskin akan mengenakan pakaian seadanya, sehingga secara sosial mereka akan dihinggapi penyakit “inferior”, minder, alias rendah diri. Bukankah ini akan menjadi pertanda buruk dalam dunia persekolahan kita?

(lebih…)